Arsip !

Kamis, 18 November 2010

Lagi, Tentang Profesionalisme Guru di Era Otoda




Mencermati opini yang cemerlang dari saudara Lulvatul Fuadiyah tentang profesioalisme guru di era otonomi (Radar, 11 April 2001) yang menggulirkan ide dibentuknya suatu institusi yang memayungi dunia pendidikan di era otonomi saat ini yaitu Komite Reformasi Pendidikan Daerah (KRPD) sangatlah bagus.
Dari uraian saudara Lulvatul Fuadiyah (selanjutnya disebut DF) mengajak kita berfikir untuk lebih bersemangat mengantusiaskan segala tindak nyata keinginan kita untuk memajukan dunia pendidikan khususnya profesionalisme.
Kita perlu mencermati pula bahwa kalau melihat kondisi saat ini sepantasnya kita menghargai pendapat saudara Agus Mujahidin dalam kolom opini di Radar, 2 April 2001 yang mengetengahkan pendapat bahwa di masa transisi (dari sentralistik ke aesentralistik yang masih terlihat belum stabil dan mulus di semual lini), ini antara lain membutuhkan pemimpin yang mampu menerapkan gaya kepemimpinan transformasional, mendorong profesional guru dengan ajaran / instruksi (meningkatkan kesadaran, kepedulian terhadap tugas guru, menumbuhkan minat, semangat, rasa mampu / berdaya, menumbuhkan rasa malu bila tak mampu bekerja dengan lebih baik, berkompetensi / kewenangan memutuskan) selain itu juga action research.
Tujuan negara salah satunya yaitu mencerdaskan bangsa oleh sebab itu pantaslah bahwa guru dituntut profesional sesuai jaman yang semakin mengglobal.
Sebelum melangkah ke ide dibentuknya institusi untuk wadah reformasi pendidikan di era otonomi, alangkah lebih baik bila kita mengingat dulu bahwa suatu kebijakan bisa berskala nasional, berskala daerah, berskala kecil yaitu kebijakan di unit kerja pada lembaga masing-masing.
Marilah kita mencermati secara sekilas bila disuatu unit kerja, guru dioptimalkan untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik, pengajar, pelatih. Guru dioptimalkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang multifungsi sebagai manager, pengambil keputusan, pelaksanaan keputusan, pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), pengembang materi pengajaran, pelaksana pengjaran, sebagai model bagi peserta didiknya.
Pengoptimalan guru yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang multifungsi tersebut jelas memerlukan pemimpin yang bergaya kepemimpinan transformasional karena saat seperti ini situasi yang dapat berubah baik sifat, keadaan, bentuknya . Pemimpin tersebut dituntut agar mampu menyesuaikan perubahan situasi (saat ini di dunia pendidikpun cenderung muncul konflik) sehingga terbentuk profesionalisme guru.
Bila kita menoleh tugas pokok guru, tercermin keadaan pesimis untuk meningkatkan profesionalisme guru (uraian opini saudara LF). Diuraian tersebut juga diketengahkan solusinya bahwasanya, guru mengajar di kelas untuk tatap muka maksumak delapan belas jam per minggu, ada dana stimulan dan kegiatan action research.
Action research (AR) dari namanya jelas paduan tindakan dan penelitian. Hal ini tepat untuk mendorong profesinalisme guru. Tuntutan guru dapat berfungsi sebagai peneli itu relevan karena tugasnya menghadap berbagai masalah. Dalam AR akan memerlukan bantuan dan kerjasama dari pihak lain. Kegiatan ini bersifat empiris karena berkaitan dengan data hasil observasi dan perilaku (jelas hal ini membutuhkan tenaga, waktu, obyek, spesifik). Kegiatan ini bisa berjalan bila ada komitmen untuk mencapai misi dan visi (dari lingkup yang kecil dulu).
Bila dibandingkan antara action research dan applied research (penelitian terapan), mungkin inilah yang memerlukan dana karena mencakup berbagai variabel, menurut teknik samplin tertentu dan dapat dilaksanakan secara masal (terdiri banyak kasus). Andai AR pun membutuhkan dana stimulan (atau insentif?) pemimpin yang bergaya transformal bisa mengkoordinirnya.
Alangkah nyaman lagi bila tugas pokok guru yang berkaitan penyusunan program (AMP, PSP, RP, Kisi-kisi soal) sudah tersedia dalam satu paket siap pakai, (hal ini bisa disiapkan atau dikelola oleh unit kerja masing-masing atau dindik lembaga/daerah), sehingga tinggal menyajikan kegiatan pembelajaran kegiatan penilaian, kegiatan analisis penilaian, kegiatan pengayaan dan perbaikan. Guru bisa mengerjakan pada secara efektif dan efisien tambahan tugas selain tugas pokok semisal guru, sebagai wakil kepala sekolah, guru urusan, guru wali, guru laporan, guru perpustakaan.
Berbicara kebijakan sekolah yang memerlukan pengawasan, jelas harus didudukan pada formasinya. Sampai saat ini yang kita ketahui dan jalani adalah pengawasan internal lembaga yang berwenang sesuai dengan hirarki dan rasionalnya, pengawasan eksternal ada yang instruksi dari wakil-wakil orang tua siswa dan mungkin dari tokoh-tokoh masyarakt, hanya belum terlihat gregetnya. Ini bisa diterima nalar karena memang hanya sebagai pendukung penyelenggaraan pendidikan. Bila menginginkan pengawasan eksternal (Sampai sekarang belum ada, semisal KRPD) maka alangkah baiknya institusi yang telah ada itu dioptimalkan.
Marilah sejenak kita renungkan ide pembentukan institusi yang memayungi dana pendidikan (khususnya peningkatan profesionalisme guru). Institusi ini diharapkan mampu mengakomodasi reformasi pendidikan di era otonomi (semisal komite reformasi pendidikan daerah KRPD ala LF), maka boleh-boleh saja inisiatif itu berasal dari rakyat (DPR).
Ada Empat hal yang ditawarkan dalam KPRD yaitu (1) meredesain kurikulum sesuai kondisi dan kebutuhan riil daerah (2) membuat instrumen rekrutmen tenaga kependidikan (3) membuat aturan penetapan jabatan pimpinan lembaha pendidikan republik secara tranparasi dengan nuansa kompetitif positif (4) pengawasan. Empat hal ini bisa kita hubungkan dengan keadaan saat ini, maka bisa diambil benang merah antara suatu tujuan dengan pemutus kebijakan. Semisal meredesain kurikulum. Hal ini menjadi kebijakan skala nasional dan skala daerah. Membuat rekruitmen tenaga kependidikan bisa dikatagorikan kebijakan skala daerah.
Permasalahannya institusi itu diperlukan atau tidak ? Mestinya senyampang otonomi baru dalam tahap awal perlaksanaan, alangkah tepatnya bila pembuat kebijakan daerah harus mampu mengkomodasikannya, dan berani melangkah membuat keputusan yang berskala daerah untuk peningkatan suatu pendidikan daerah, mampu memformat misi dan visi kependidikan yang berwawasan kedaerahan dalam bingkai pendidikan nasional


~_pernah dimuat di JP April 2001-opini-dengan perubahan, by .Sri Apriwatie,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~
Belajar adalah proses~

Share

Ketahuilah, api itu panas, apalagi menceburkan diri akan terbakar kita di dalamnya. Semakin dalam semakin panas dan bahkan semakin bergolak. Karenanya jagalah dirimu jangan sampai mendekat pada api tersebut. Bentengilah diri kamu dengan iman dan taqwa.

Opinion ~_~

Simpel

Populer

Aktual

Edukasi

Prediksi soal UN_

Belajar akting?

Belajar akting?

Seni Tradisi

Seni Tradisi

Belajar Akting?

Belajar Akting?
Lgi pamitan, eee ngasih selendang putih..