Arsip !

Kamis, 18 November 2010

WIDYAKRAMA UTAMA

NILAI PLUS MOMENTUM RAIH WIDYAKRAMA UTAMA DAN
EKSPEKTASI PERSONAL DUNIA PENDIDIKAN di BOJONEGORO PADA ERA OTONOMI

Ada yang menarik untuk dicermati dari informasi faktual bahwa Bojonegoro yang mampu meraih Widyakrama Utama yaitu penghargaan tertinggi di bidang pendiidkan dari Presiden RI pada tahun ini, tahun 2002. Patutlah kita syukuri bahwasanya dunia pendidikan di Bojonegroo masih bisa unjuk gigi meski banyak hal yang harus dibenagi secara bersama.
Secara singkat dalam kurun waktu pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah tersirat perhatian khusus kebijakan pemerintah kabupaten Bojonegoro di bidang pendidikan ini dianggap oleh pemerintah pusat mampu menyukseskan wajib belajar (wajar) pendidikan dasar 9 tahun, yang ditetapkan lebih kurang delapan atau sembilan tahun lalu sejalan dengan diberlakukannya kurikulum 1994.
Secara singkat informasi tersebut bisa memberikan suatu cerminan perjalanan sejarah dunia pendidikan di Bojonegoro yang terukir dalam bingkai penghargaan Widyakrama Utama. Penghargaan ini diberikan kepada lima daerah termasuk Bojonegoro, empat daerah yang lain Magelang-Jateng, Mataram-NTB, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan – (Warta Bojonegoro, edisi 43 / IV / Juni 2002)-
Penilaian ada tiga parameter yang dipakai yaitu konsistensi, kinerja aparat, pelayanan masyarakat. Dari ketiga hal ini yang menjadi tombak pelayanan dan dianggap sebagai pondasi untuk memofrmat siswa sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang berintelektual tentu saja pendidik atau guru. Karena hal I nilah secara transpara pemkab Bojonegoro memberikan kontribusi kepada guru dengan pemerinan insentif baik kepada guru tetap (GT) dan guru tidak tetap (GTT) baik tenaga pendidik diknas maupun tenaga pendidik depag. Selain itu untuk meningkatkan mutu pendidikan, bagi guru yang hanya lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), diupayakan (dan mungkin difasilititasi) dapat melanjutkan di Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) diploma II. Selain itu pemkab tiap tahun mengupayakan membantu biaya pendidikan sebanyak empat puluh (40) guru. Demikian pula guru yang menempuh pendidikan strata 1 (sarjana). Dilakukan pula terobosan antara lain : mendirikan sekolah kejuruan dan berorientasi pada kebutuhan lokal (otoda) – sekolah kejuruan yang bertumpu dengan basic Sumber Daya Alam (SDA) di Bojonegoro dan alur globalisasi yaitu teknologi informatika, pembelajaran masyarakat untuk penerapan teknologi tepat guna, seminar bertema orientasi teknologi tepat guna. (“Peduli Nasib Guru Tekan Buta Huruf, Radar Jawa Pos edisi Rabu, 15 Mei 2002).
Ada yang perlu kita garis bawahi dan kita harapkan bahwasanya penghargaan ini tidak sekedar sebagai simbol dan pajangan kesuksesan saja dari komunitas di Bojonegoro saat dekade kepemimpinan Bupati Atlan yang berbasic kependidikan ini, tetapi jug perlu kita car kelemahan pada diri personal atau individu berkualitas yaitu anak didik atau siswa (SDM) khususnya dipendidikan dasar dan pendidikan menengah. Yang memformat siswa tentu saja pendidik atau guru, yang berada di garis terdepan serta pemerintah selaku penentuan kebijakan.
Guru pada dewasa ini (era otonomi dan menyongsong abad ke-21 = era globalisasi yaitu istilah yang digunakan untuk melukiskan meningkatnya kebergantungan orang dan negara di seluas dunia terhadap satu sama lain. Proses ini telah meningkatkan secara dramatis selama dekade belakangan ini, umumnya karena kemajuan pesat dalam bidang teknologi) dituntut mau bereksplorasi kemampuan agar terbentuk kualitas guru yang dituntut dinamisasi zaman (guru masa depan). Eksplorasi ini tidak hanya sekedar ide atau gagasan saja tetapi juga kemampuan pragmatis, kemampuan bereksperimen, dan berinovasi dan kemampuan memanfaatkan teknologi masa depan, sehingga mampu menjembatani dengan latar belakang pendidikan yang demilikinya. Dengan tidak meninggalkan kompetensi profesi keguruannya. Karena, globalisasi menimbulkan konsekuensi dan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak kita. Seperti yang dilaporkan dari Publikasi PBB, Human Development Report 1999, menjelaskan, “Kehidupan orang-orang di seputar bola bumi terjalin semakin erat, semakin intens, semakin langsung dibandingkan dengann sebelumnya. Hal ini menimbulkan banyak kesempatan, memberikan potensi baru untuk perkembangan yang baik dan buruk.” (Sedarlah! 22 Mei ’02). Hal inilah yang menuntut guru harus menyejajarkan pola pikir dengan dunia (Global).
Dari kerangka di atas tidak terlelu mengada-ada apabila ada suatu ekspektasi (harapan) yang diidamkan para guru selaku mitra belajar siswa atau anak didik di sekolah baik pada pendidikan dasar maupun pendidikan menengah bahwasanya ada upaya dan alokasi pendanaan untuk memberdayakan guru (guru SD) untuk peningkatan kualitas guru dengan cara mengupayakan pendidikan Diploma II maupun Srtrata 1 (Sarjana), sentuhkan ini terasa hanya untuk guru SD. Kontribusi yang diharapkan bisa diterima guru tidak sekedar insentif yang saat ini masih dianggap kurang). Nuansa sentuhan kepad aguru di jenjang SLTP belum terasa menggigit, meskipun ada alternatif untuk peningkatan kualitas profesional guru, sebatas pelatihan dan penataran (pelatihan danpentaran ini mestinya juga rutin dan berkala, karena ilmu itu dinamis dan berkembang).
Pada saat sentralisasi, patut dicatat adanya program penyetaraan untuk guru lulusan. Diploma III ke program strata I (S1) dengan diupayakan dan difasilitasi oleh pemerintah ternyata hanya untuk sentra propinsi, Surabaya dan sekitarnya (saat itu pendidikan penyetaraan dikelola oleh Depag. Ada pula kesempatan untuk guru-guru berlatar belakang pendidikan bahasa asing yang dikirim ke luar negeri oleh pemerintah yang bekerja sama dengan Gothe Institut, ada pula program pendidikan yang tersirat memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan pasca sarjana guru-guru, yang tidak pernah sampai ke level sekolah di daerah (hal ini terjadi karena adanya penyakit birokrasi yang sarat dengan ‘KKN’).
Pada saat pemberlakukan otonomi sesuai dengan UU nomor 2 Tahun 1999 dan PP Nomor 25 Tahun 2000 baik keotonomian daerah dan propinsi tersurat bahwa kebijakan pemerintah ini bertujuan memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Sehingga tidak terlalu berlebihan apabila ada kebijakan khusus untuk peningkatan kualitas guru dan terobosan-terobosan yang formatnya mengacu kepada kepentingan lokal atau kedaerahan yang bisa dianggap pengejawantahan dari point peningkatan kesejahteraan. Hal ini sudah di laksanakan meski dalam tahap permulaan (kepemimpinan Bupati Atlan). Alangkah membanggakan bila kerangka ke depan untuk tidak saja sekedar mengupayakan tetapi juga memfasilitasi guru baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk meneruskan program pemerintah sentra yang lalu dengan diperluas lagi dan semakin mantap serta transparan serta mengesampingkan penyakit birokrasi. Program peningkatan kualitas guru yang dikelola pemerintah pusat yang lalu mestinya tidak terkurangi tetapi terkurangi tetapi lebih bermuatan yang lengkap, padu, dan berwawasan kepentingan lokal tetapi mempunyai daya antisipasi global, (meski kita belum bisa meraba konkritnya globalisasi).
Kepedulian Bupati Atlan dalam dunia kependidikan memang tidak perlu diragukan lagi, hal ini tercermin pula bandingan yang sangat mencolok dari alokasi dana wilayah Jawa Timur untuk kabupaten dan kota yang berjumlah 37. Pada pertumbuhan nominal anggaran pendidikan pada tahun 2000 dan 2001 yang mempunyai presentase 1200 dari tahun anggaran 1999, sangat jauh melesat dari kabupaten ataupun kota lain. Rata-rata pertumbuhan anggaran pendidikan di kabupaten dan kota antara 200 sampai dengan 800 persen pada tahun 2000 dan 2001. (Bank Data Jawa Pos Institute of Program – Otonomi).
Berbicara masalah kualitas guru tentu terakit erat dengan beberapa faktor dan pendukung yang lain. Kualitas akan terpenuhi bila SDM-nya yaitu ‘guru’ itu sendiri memang mau dan berkeinginan secara internal, personal dan kontinyu untuk selalu mengikuti trend dinamisasi pendidikan dan mampu mengubah (gaya) style untuk mengikuti kerangka perubahan dalam duniapendidikan, dengan tidak meninggalkan pesona pribadi seorang guru yang penuh perhatian, kepedulian, dan pengabdian kepada siswa-siswanya (karena mengajar = kasih). Selain itu, faktor finansial juga sangat mendukung, karena guru merupakan profesi yang dituntut berkualifikasi tinggi. (Sangat ironi bila guru mendapati bahwa pekerjaan yang menuntut kualifikasi yang jauh lebih rendah justru diberi gaji yang jauh lebih tinggi daripada gaji guru? Serta respek, pengakuan, dan kompensasi yang profesional tidak tercermin dari profesi ini. Nonsens, bila profesi ini hanya dituntut pengabdian)- Seperi yang dikutip bahwa – “Tidak ada profesi lain yang menuntut begitu banyak dan menerima begitu saja sedikit kompensasi finansial” (To Teach The Journal of a Teacher) – Faktor lain yang tak kalah penting adalah kenyamanan dalam forum pembelajaran yang dirasa cukup memadai untuk perkembangan zaman kini. Kita ambil contoh literatur, referensi ataupun diktat siswa harus memenuhi skala dan rasio yang cukup dan tepat. Ruang pembelajaran baik kelas, laboratorium dan isinya, ruang keterampilan, ruang seni atau mungkin perpustakaan harus mendapatkan perhatian ekstra. Karena dari ruang-ruang tersebut kemampuan siswa akan tergali dan tereskploitasi secara kontinyu dan permanen. Salah satu kenyataan real dilapangan yang sering kita temui minimnya kemampuan dan tenaga, kemampuan serta alokasi dana (dana eksperimen-dana penelitian) yang bisa menunjang siswa dan guru untuk bereksperimen dan melakukan penelitian khususnya dilaboratorium. Sehingga sudah menjadi rahasia umum bila siswa kita merasa phobia bila dihadapkan model pembelajaran eksperimen (apalagi yang bisa menelorkan inovasi). Berpangkal dari sini, lebih baik sedini mungkin siswa melakukan kegiatan eksperimen sehingga ada nilai lebih dalam pembelajaran, tidak hanya sekedar teori, tetapi langsung praktik yang bisa menghasilkan bentuk yang paling sederhana yaitu teknologi tepat guna. Hal ini tak akan terkesan muluk, kalau kita menyadari dan perlu memperbaikinya, model pembelajaran saat ini. Penyertaan sarana dan prasarana yang terkait dengan seni dan keterampilan juga sedini mungkin digali dan dilestarikan agar bisa menambah wawasan dan bentuk seni dan keterampilan khas lokal atau daerah yang bisa mengembangkan mutu sebagai pelengkap dan penunjang pada aspek kepariwisataan. Digali serta diekplorasi agar terdesain dan dimodifikasi seni lokal ataupun keterampilan lokal. Seni dan keterampilan bila tergarap serius dan koninyu akan menghasilkan daya jual daerah (sejalan dengan visi kabupaten). Faktor jalur pembinaan profesi juga merupakan hal yang perlu ada dan ditingkatkan, karena guru tidak hanya sekedar profesi tanpa nuansa profesionalisme. Hal ini muncul dengan banyaknya tantangan-tantangan yang harus dihadapi guru semisal lingkungan yang sekarang ini cenderung anarkhis, kaidah norma usia sekolah – promiskuitas seksual adalah suatu kenyataan di kalangan remaja, sehingga banyak siswi yang masih sangat muda menjadi hamil, dampaknya dari chating dan melihat situs porno di internet). Profesionalisme guru bisa mapan dan mantap bila secara periodik, terpadu dan terukur dengan standart dan transparan untuk memberikan pembekalan, pengujian, pengukuran sehingga ada keterpaduan dari segi fisik (kesehatan dan umur), Intelegence Quontient (IQ) kualitas skill, serta phisikologis (mental dan EQ), sehingga figur dan performa seorang guru mampu menjadi mitra belajar yang tepat.
Secara tersirat bisa kita rekam bahwa bidikan kebijakan pemerintah kabupaten Bojonegoro terfokus pada Pangan, Pariwisata, Prasarana Pendidikan dan Kesehatan serta Pengentasan Kemiskinan (yang lebih dikenal P4 1K dan taskin) memang cukup urgen. Bila kita ambil benang merah dari uraian di atas dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan yang telah dicapai saat ini bukanlah seperti membalikkan tangan saja, tetapi membutuhkan proses. Meski demikian, apa yang telah digarap oleh pemkab belumlah cukup melegakan dan membanggakan bila semua pihak dan unsur yang ada (dinas, lembaga, organisasi, swasta, publik) turut mendukung dan berperan aktif sehingga utnuk memformat ekspektasi menjadi realita Bojonegoro Mandiri sesuai visi yang teremban (tidak hanya keberhasilan yang signifikan di bidang pendidikan) tetapi juga di bidang garapan yang lain.
Latar belakang yang berupa tantangan yang dihadapi pada saat ini cukup mampu membuat kita harus bekerja ektra. Oleh sebab itu, patutlah kiranya bila ekspektasi di atas bisa diterima dan direalisasikan oleh pembuat kebijakan baik di lingkup pemerintahan kabupaten/kota maupun pemerintah pusat. Tidak hanya sekedar sebuah obsesi belaka. Dan patutu kita catat dan kita patri dalam bingkai ingatan publik bahwa dukungan dari semua u nsur atau komponen kerjasama (kolaborasi) mampu mewujudkan suatu ekspektasi (harapan), tentu saja faktor kepemimpinan juga berperan sangat besar.
Membangun Bojonegoro mandiri tidak sekedar aakn tercapai dalam kurun waktu tertentu tetapi membutuhkan waktu untuk berproses. Kerangka yang matang, serta dukungan untuk visi dan misi yang sudah dicanangkan. Mestinya bisa konsisten dan eksis untuk mendukung program serta kebijakan pemkab, dan menjadikannya suatu bentuk yang permanen, dan menjadikannya suatu bentuk yang permanen sehingga akan terwujud karya nyata yang bisa kita gunakan untuk eksistensi ke depannya, tanpa berupaya untuk saling mengacungkan keunggulan, karena dalam berproses suatu bentuk untuk menuju cita-cita itu memerlukan semua dukungan tenaga, pikiran dari semua unsur dan komponen yang ada dalam lingkup kedaerahan yang tidak meninggalkan unsur nasionalisme.


~ _pernah dimuat di JP  -opini-dengan perubahan, by .Sri Apriwatie,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~
Belajar adalah proses~

Share

Ketahuilah, api itu panas, apalagi menceburkan diri akan terbakar kita di dalamnya. Semakin dalam semakin panas dan bahkan semakin bergolak. Karenanya jagalah dirimu jangan sampai mendekat pada api tersebut. Bentengilah diri kamu dengan iman dan taqwa.

Opinion ~_~

Simpel

Populer

Aktual

Edukasi

Prediksi soal UN_

Belajar akting?

Belajar akting?

Seni Tradisi

Seni Tradisi

Belajar Akting?

Belajar Akting?
Lgi pamitan, eee ngasih selendang putih..