Arsip !

Kamis, 18 November 2010

Multiple Intelegence

MULTIPLE INTELLIGENCES RANAH GALIAN KURIKULUM KOMPETENSI


Dunia pendidikan khususnya dan kehidupan global umumnya pada dekade tahun kemarin mempunyai satu pandangan mengenai kecerdasan. Kecerdasan selalu diidentikkan dengan interligence quality (IQ), sebagai satu-satunya patokan untuk menuju kesukseskan. Pemilik IQ di atas 120 selalu berpandangan bahwa kesuksesan sudah ada di genggaman tangan, sebaliknya pemilik IQ di bawah 80 akan merasakan masa depan suran dan tidak menggairahkan lagi.
Belakangan ini, pandangan seperti uraian di atas sedikit demi sedikit terhapus. Realitas yang berkembang membuktikan bahwa kecerdasan tidak selalu identik dengan IQ. Hal ini terbukti dari penelitian Daniel Goleman, kecerdasan tidak selalu identik dengan IQ, tetapi kecerdasan perasaanlah yang justru lebih berperan sangat besar dan dominan dalam membangun kesuksesan seseorang.
Menurut Goleman, orang yang mampu mengendalikan emosi pribadi, memiliki rasa empati yang kuat, suka bekerja sama, serta senang menerima input dari siapapun daripada orang yang memiliki kecerdasan tinggi, tetapi perasaan atau emosinya tidak bisa berjalan. Selain itu, emotional quality (EQ) merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan IQ secara efektif. Dan, jika bagian-bagian-bagian otak untuk merasa telah rusak, kita tidak dapat lagi berpikir dengan efektif.
Ada dua ilmuwan, lan Marshall dan Danah Zohar, yang meneliti kecerdasan yang lain. Menurut kedua ilmuwan suami istri tersebut, ada satu kecenderungan kecerdasan, yaitu spiritual Quality (SQ). SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah atau persoalan makna dan nilai. Selain itu, SQ merupakan kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup k ita dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan ini untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Dengan pengertian lain, SQ merupakan kecerdasan jiwa yang melahirkan tingkat kesadaran diri yang tinggi, disertai kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan suatu bentu penderitaan.
Selain teori-teori kecerdasan diatas, masih terdapat suatu teori yang mengulas tentang multi kecerdasan yang dikenal dengan nama multiple intelligences (MI). MI digagas oleh Howard Gardner, seorang profesor dari Harvard University. Menurut pendapat Gardner, manusia memiliki sejumlah keterampilan untuk menyelesaikan berbagai jenis masalah yang berbeda. Definisi kecerdasan, menurut Gardner, adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam suatu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain, kecerdasan dapat bervariasi menurut konteksnya.
Berkaca dari pandangan tersebut, secara tersirat, masalah bisa berupa apa saja dan berbagai macam bentuk. Bisa berupa cara menciptakan permulaan atau akhir sebuah cerita, mengantisipasi suatu cerita, mengantisipasi suatu langkah dalam permainan sepak bola, hingga memasang pedal rem di sepeda motor. Sedangkan produknya dapat berupa teori-teori keilmuan, komposisi musik, sampai kampanye politik yang sukses.
Suatu pandangan alternatif terhadap kompetensi intelektual manusia diketengahkan oleh Gradner. Secara garis besar, teorinya itu menyiratkan sebagai berikut.
Pertama, kecerdasan linguistik (bahasa), yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan kata-kata. Kompetensi ini akan menghasilkan profesi seperti penulis, penyair seperti penulis, penyair, orator, dan pelawak, contoh konkretnya, Sir Winston Churchill dan Mira W.
Kedua, kecerdasan logis matematis, yaitu kemampuan berhitung, bernalar, berpikir logis, dan sistematis. Kompetensi ini akan menelorkan keterampilan yang dikembangkan oleh diri insinyur, ilmuwan, ekonom, akuntanm detektif, dan anggota profesi hukum. Contohnya, Albert Einstein dan B.J Habibie.
Ketiga, kecerdasan visual spesial, yaitu kemampuan berpikir dengan gambar, memvisualkan hasil masa depan. Kompetensi ini akan menghasilkan profesi seperti seniman, arsitek, pemahat, pelaut, fotografer, dan perencana strategi. Contohnya, Pablo Picasso dan Basuki Abdullah.
Keempat, kecerdasan musikal, yaitu kemampuan mengubah atau menciptakan lagu atau musik, bernyanyi dengan baik, memahami atau mengapresiasi musik, serta mejaga ritme. Kompetensi ini akan menghasilkan profesi seperti musisi, komposer, dan perekayasa rekaman. Contohnya, Bethoven, Melly Goeslow dan Dhani Dewa.
Kelima, kecerdasan kinestetik-tubuh, yaitu kemampuan menggunakan tubuh secara terampil untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk, atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kompetensi ini jelas terlihat pada kemampuan individu untuk mengejar prestasi atletik, seni tari, dan akting atau dalam seni bidang bangunan dan konstruksi. Contohnya, Charlie Chaplin, Ir. Ciputra, atau Didik Nini Towok.
Keenam, kecerdasan interpersonal (sosial), yaitu kemampuan bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain, serta memperlihatkan empati dan pengertian, memperhatikan motibasi dan tujuan mereka. Kompetensi ini akan ditunjukkan dan biasanya dimiliki oleh guru yang baik, fasilitatopr, politisi, pemuka agama dan waralaba. Contohnya, Gandhi.
Ketujuh, kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan menganalisis dan merenungkan diri, merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang beserta perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, serta mengenal benar diri sendiri. Kompetensi ini biasanya dimiliki oleh filosof, penyuluh, dan pembimbing. Contohnya Plato dan Socrates.
Kedelapan, kecerdasan naturalis, yaitu kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilihan-pemilihan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif, misalnya untuk berburu, bertani, atau melakukan peneliti biologi. Contohnya, Charles Darwin.
Bila dikaitkan dengan kompetensi yang dikembangkan saat ini melalui kurikulum berbasis kompetensi – masih dalam taraf pengkajian dan uji coba – terlihat, ada target yang ingin dicapai pada kompetensi tamatan. Yakni, keberagamaan kecerdasan tidak hanya sekedar IQ saja.
Berbicara kompetensi, sebenarnya kita secara tidak sadar selama ini tidak berupaya mengeksplorasi sehingga daya jual yang sebenarnya kita miliki seperti karam di dalam diri pribadi kita. Kita merasa sudah nyaman dengan keadaan yang sudah ada tanpa berusaha menggali potensi yang lain. Dengan kata lain, kita hanya mengedepankan IQ.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ketika keadaan sudah mengglobal seperti sekarang, maka adanya perubahan mendasar dalam kurikulum pendidikan saat ini patut disambut gembira. Pada Agustus 2010, diterbitkan dokumen kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini diujicobakan di Jawa Timur pula (Sidoarjo), yang tentu saja masih perlu penyumpurnakan.
Secara tersirat, kompetensi ini dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentukan, ketidakpastian, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan. Selain itu, kompetensi ini juga ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa. Tentunya, mereka dibekali dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional.
Kurikulum ini mengacu empat pilar pendidikan universal, yaitu belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri, dan belajar hidup dalam kebersamaan.
Dari uraian di atasm ternyata kecerdasan itu mempunyai variasi yang banyak, tidak mengacu pada satu kecerdasan saja. Karena itu, sedini mungkin kita harus meneliti kemampuan dasar yang kita miliki sehingga kita harus meneliti kemampuan dasar yang kita miliki sehingga kita bisa memupuknya dan mengembangkan menjadi jati diri. Senyampang masih ada waktu yang kita miliki. Sebab kesuksesan tidak bisa diraih hanya dengan satu kali kerja, tetapi membutuhkan proses. Action plan yang bagaimana yang harus kita kerjakan agar kita bisa mewujudkan jati diri dan kesuksesan kita? Bisakah kita melaksanakannya sendiri atau kita mesti melibatkan orang lain? Yang pasti, perubahan harus kita lakukan untuk mengantisipasi berlakunya kurikulum kompetensi.


~ _pernah dimuat di JP thn 2004-opini-dengan perubahan, by .Sri Apriwatie,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~

Menyamakan visi dari berbagai individu dengan talenta ,pengetahuan yang berbeda ~
Belajar adalah proses~

Share

Ketahuilah, api itu panas, apalagi menceburkan diri akan terbakar kita di dalamnya. Semakin dalam semakin panas dan bahkan semakin bergolak. Karenanya jagalah dirimu jangan sampai mendekat pada api tersebut. Bentengilah diri kamu dengan iman dan taqwa.

Opinion ~_~

Simpel

Populer

Aktual

Edukasi

Prediksi soal UN_

Belajar akting?

Belajar akting?

Seni Tradisi

Seni Tradisi

Belajar Akting?

Belajar Akting?
Lgi pamitan, eee ngasih selendang putih..